Minggu, 10 Juli 2011

Tuntaskan Penyelesaian Pelanggaran HAM di Aceh


Foto gresnews.com
Dewi Nova Wahyuni
Voice of Human Right, 8 November 2007

Pekerja kemanusiaan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam mendesak pemerintah menjamin penyelesaian proses hukum kasus pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi sebelum UU Pengadilan HAM diberlakukan. Mereka khawatir kasus-kasus pelanggaran masa lalu terbengkalai karena tidak memiliki payung hukum yang pasti.

Dalam konferensi pers di Banda Aceh, Rabu (7/11), Hendra dari Kontras Aceh mengatakan, keluarga korban pelanggaran HAM khawatir penuntasan kasus tidak terpenuhi karena berdasarkan UU Pemerintahan Aceh dan UU Pengadilan HAM 26/2000, pengadilan HAM hanya berwenang mengadili pelanggaran yang terjadi setelah tahun 2006 (sesudah UUPA disahkan).

"Lalu bagaimana dengan korban kasus DOM (Daerah Operasi Militer), Simpang KKA (tragedi penembakan warga di simpangan PT Kertas Kraft Aceh) yang peristiwanya terjadi sebelum tahun 2006? Ini sama saja pemerintah melakukan amputasi terhadap (penyelesaian) pelanggaran HAM di Aceh," kata Hendra.

Dalam pertemuan yang dihadiri 41 organisasi kemanusiaan dari 9 kabupaten di Aceh itu juga terungkap soal pentingnya pendampingan dan pemulihan yang memadai bagi korban pemerkosaan dan pelecehan seksual selama terjadi konflik di wilayah tersebut.

Mahyani dari Kabupaten Beuner Meriah mengatakan, upaya pemenuhan keadilan dan hukum bagi korban pelecehan seksual dan pemerkosaan di Aceh akan nihil tanpa pendampingan dan pemulihan kondisi psikologis korban. "Meskipun sudah banyak data dikeluarkan yang menunjukkan tingginya korban perempuan dibanding laki-laki, korban pemerkosaan tidak akan mengungkapkannya. Karena hal itu dianggap aib, kecuali disertai proses pendampingan."

Mereka juga mengkritik rencana Pemprov NAD yang akan membentuk Qanun Pengadilan HAM. Menurut mereka, gagasan itu justru akan mempersulit penegakan HAM di Aceh, karena kekuatan qanun dikhawatirkan tidak dapat menjangkau pelaku pelanggaran HAM di Jakarta. Mereka menuntut pemerintah lebih cermat dan teliti jika mengeluarkan kebijakan baru. Pemerintah juga didesak mempertimbangkan aspirasi masyarakat Aceh dalam menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran HAM. (E1)

1 komentar: