Minggu, 10 Juli 2011

Geliat Pencerahan di Serambi Duka

Foto rumohsastradkeumalawati.blogspot.com

Dewi Nova Wahyuni

Voice of Human Rights, 9 November 2007


Puluhan warga Aceh kemarin mengikuti diskusi penulisan kreatif di halaman gedung ACC Dayan Dawood, Universitas Syahkuala, Banda Aceh. Acara seperti ini merupakan geliat mencerahkan di Serambi Mekkah, wilayah yang bertahun-tahun dirundung duka. 


Diskusi dalam rangkaian acara Pameran Buku Nasional yang digagas Badan Rekonstruksi dan Rehabilitasi Aceh, Dinas Pendidikan Provinsi NAD, dan koran Serambi Mekah ini menghadirkan penyair, novelis, dan cerpenis daerah sebagai pembicara. Yakni, D Kemalawati, penyair, novelis, ibu rumah tangga yang juga guru matematika di sebuah STM; Evi Idawati, penyair yang juga bermain teater dan sinetron; Alvi Rahman, cerpenis dan penulis artikel. Sedangkan dari luar Aceh adalah Sitoresmi Prabuningrat. 

Kemalawati mengatakan, menulis akan mendapatkan kepuasan batin karena menulis berarti menyampaikan gagasan, juga kritik, bagi masyarakat. Juga bisa menjadi rujukan pengambil keputusan di daerah. 

Menurut Alvi Rahman, gagasan yang dituangkan lewat tulisan dapat terdokumentasikan dan dikenal sepanjang masa. Kebutuhan untuk menuangkan ide dan menggambarkan perasaan itu juga mendatangkan keuntungan materi bagi penulis. 

Sedangkan Sitoresmi Prabuningrat membagi pengalamannya belajar menulis dengan mengamati dan meniru tulisan yang baik serta menyempurnakan dengan teknik penulisan yang baik ke dalam tulisan sendiri. 

Peserta diskusi menyimak teknik dan kiat yang dipaparkan para pembicara. Mereka antusias menanyakan cara menulis yang baik serta peluang mendapatkan keuntungan dari menulis. Hampir semua peserta mengeluhkan singkatnya acara yang hanya berlangsung satu jam. "Kalau waktunya lama, pengunjung bisa menulis sedikit saja, lalu minta komentar pembicara," kata Dani, seorang peserta diskusi. 

Menutup acara, Sitoresmi membaca "Sajak Tangan" dari kumpulan puisi WS Rendra Potret Pembangunan Dalam Puisi yang bercerita tentang kegamangan sarjana melihat masa depan dan apa yang bisa dikerjakan bagi bangsanya. ...Aku bimbang akan masa depanku /Tangan petani yang berlumpur/ tangan nelayan yang bergaram/ aku jabat dalam tanganku/ Tangan mereka penuh pergulatan/ Tangan-tangan yang menghasilkan/ Tanganku yang gamang, tidak memecahkan persoalan... (E1)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar